Jakarta, Jaladrinews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Kepala Biro Organisasi dan Sumber Daya Manusia Aparatur (OSDMA) Kementerian Ketenagakerjaan, Narsih, pada Jumat, 31 Oktober 2025.
Narsih akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan dan/atau penerimaan gratifikasi terkait pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan Kemnaker.
“Pemeriksaan akan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Jumat (31/10).
Budi belum menjelaskan lebih lanjut materi pemeriksaan terhadap Narsih, dan menyebutkan bahwa detail hasil pemeriksaan akan disampaikan setelah proses berlangsung.
Diketahui, KPK sebelumnya telah menetapkan dan menahan 11 tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait penerbitan sertifikasi K3 di Kemenaker, termasuk mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer (Noel).
Beberapa di antara para tersangka tersebut antara lain Irvan Bobby Mahendro, Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personel K3 (2022–2025), Gerry Aditya Herwanto Putra, Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja (2022–2025), Anitasari Kusumawati, Sub Koordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja (2020–2025), Subhan, Sub Koordinator Keselamatan Kerja Dit Bina K3 (2020–2025),Fahrurozi, Dirjen Biswanaker dan K3 (Maret 2025–sekarang).
serta beberapa pihak lainnya dari unsur ASN dan swasta, termasuk Temurila dan Miki Mahfud dari PT KEM Indonesia.
Menurut hasil penyidikan KPK, para tersangka diduga berhasil mengumpulkan sekitar Rp81 miliar hasil pungutan tidak sah dari proses pengurusan sertifikat K3. Dari jumlah tersebut, Irvan Bobby Mahendro disebut menerima bagian terbesar, mencapai Rp69 miliar.
Sementara itu, Immanuel Ebenezer diduga memperoleh jatah sebesar Rp3 miliar serta satu unit motor Ducati. Dalam proses penggeledahan, tim penyidik turut menyita empat unit ponsel dan empat mobil mewah, masing-masing Toyota Alphard, Land Cruiser, BAIC, dan Mercedes-Benz.
KPK mengungkapkan bahwa praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3 ini telah berlangsung sejak tahun 2019.
Biaya pengurusan yang semestinya hanya Rp275 ribu, dilaporkan membengkak hingga Rp6 juta per sertifikat.
Modus yang digunakan para tersangka antara lain dengan memperlambat, mempersulit, bahkan menolak proses sertifikasi bagi pihak-pihak yang tidak memenuhi permintaan pembayaran tambahan.
KPK menegaskan, penanganan perkara ini merupakan bagian dari upaya serius lembaga antirasuah dalam menertibkan praktik korupsi di sektor pelayanan publik yang menyentuh langsung dunia kerja.









