Jakarta, Jaladrinews – Tiga pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau resmi dilaporkan ke Kejaksaan Agung RI oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Benang Merah Keadilan.
Laporan tersebut berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Dana Insentif Pungutan Pajak Daerah yang nilainya ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah. Dokumen laporan diserahkan langsung ke kantor Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI.
“Hari ini kami resmi melaporkan dua dugaan tindak pidana korupsi terkait Dana Insentif Pungutan Pajak Daerah di Riau ke Jampidsus Kejagung,” ungkap Idris, Direktur Eksekutif LSM Benang Merah Keadilan, Senin (22/9/2025).
Awal Mula Laporan
Idris menjelaskan, dugaan penyimpangan itu berawal dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Riau tahun 2024, di mana tercatat belanja insentif ASN atas pemungutan pajak daerah sebesar Rp127,28 miliar.
Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan adanya pemberian insentif kepada Sekretaris Daerah (Sekdaprov) Riau sebesar Rp837,8 juta. Hal itu dinilai menyalahi PP Nomor 69 Tahun 2010.
Insentif pemungutan pajak sebenarnya diatur dalam Pergub Riau Nomor 22 Tahun 2021 yang ditandatangani Gubernur Riau Syamsuar dan Pj Sekdaprov Masrul Kasmy. Namun, aturan tersebut tetap merujuk pada PP 69/2010, yang dengan jelas melarang Sekdaprov menerima insentif jika sudah diberlakukan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).
Pada 30 Desember 2021, Gubernur Syamsuar bersama Sekdaprov definitif SF Haryanto menandatangani Pergub Nomor 59 Tahun 2021 tentang TPP. Artinya, sejak awal 2022, Sekdaprov tidak lagi berhak menerima insentif tersebut.
Meski demikian, BPK mencatat pemberian insentif tahun 2024 masih berlangsung, padahal Sekdaprov sudah menerima TPP sebesar Rp90 juta per bulan.
Laporan Pertama: Dugaan Korupsi Insentif Sekdaprov
“Ini jelas menyalahi aturan. Uang itu bukan sedekah atau sumbangan. Banyak rakyat Riau yang lebih berhak. Karena itu kami melaporkan dugaan korupsi pemberian insentif kepada Sekdaprov,” tegas Idris.
LSM Benang Merah menyebut ada tiga nama yang menerima insentif pada 2024, yaitu SF Haryanto (Sekdaprov definitif), serta Indra dan Taufiq OH yang sempat menjabat sebagai Pj Sekdaprov. Idris menilai praktik ini memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor.
Laporan Kedua: Insentif ASN Rp127 Miliar
Tak hanya itu, LSM Benang Merah juga menyoroti adanya kejanggalan dalam pemberian insentif ASN sebesar Rp127,28 miliar. Menurut Idris, mekanisme tersebut melanggar Permendagri Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2024.
Seharusnya, insentif ASN diintegrasikan ke dalam skema TPP, bukan dipisahkan. Namun faktanya, insentif dan TPP dianggarkan secara berbeda. “Hasil investigasi kami menemukan adanya indikasi pelanggaran serius yang berpotensi masuk ke Pasal 12 UU Tipikor,” tambahnya.
Desakan ke Kejagung
Semua data, termasuk hasil investigasi, dokumen, analisis yuridis, hingga pernyataan Kepala Bapenda Riau, diserahkan ke Kejagung dalam bentuk dokumen fisik dan file digital.
“Kami meminta Kejaksaan Agung konsisten dan tidak terpengaruh tekanan pihak tertentu. Unsur tindak pidana korupsi sudah jelas. Kami akan terus mengawal sampai tuntas,” tutup Idris.