JALADRINEWS.COM - Pernyataan Komika Pandji Pragiwaksono yang menyinggung adat Toraja dalam salah satu materi komedinya menuai polemik dan kecaman keras dari berbagai pihak salah satunya yakni organisasi Pemuda Toraja Indonesia (PTI).
PTI memandang materi Pandji telah merendahkan nilai budaya dan spiritualitas masyarakat Toraja, khususnya yang berkaitan dengan ritual kematian rambu solo.
Ketua Umum PP PTI, Ayub Manuel Pongrekun, dalam keterangan resminya pada Minggu (2/11), menyebut ucapan Pandji melanggar batas etika dan norma publik.
Ia menilai materi komedi tersebut tidak hanya menyinggung perasaan masyarakat adat, tetapi juga berpotensi melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.
“Isi materi komedi Pandji Pragiwaksono melanggar hukum, adat, dan norma agama,” Tegas Ayub.
Menurutnya, tindakan Pandji telah mencederai kehormatan masyarakat Toraja sekaligus menunjukkan ketidakpekaan terhadap nilai-nilai budaya dan spiritualitas yang dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat.
Ayub menegaskan, penghinaan terhadap adat rambu solo’ sama halnya dengan merendahkan ajaran kepercayaan leluhur Aluk Todolo yang menjadi dasar kehidupan masyarakat Toraja.
Ia juga menyoroti potensi dampak sosial dan ekonomi akibat pernyataan tersebut, termasuk pada citra pariwisata Toraja yang dikenal sebagai salah satu warisan budaya Indonesia.
“Pernyataan semacam ini tidak hanya merugikan masyarakat adat secara moral dan sosial, tetapi juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap citra budaya dan pariwisata Toraja,” ungkapnya.
Melalui pernyataan resminya, PTI mendesak Pandji untuk meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Toraja melalui media nasional maupun platform digital.
Selain itu, PTI juga meminta pihak kepolisian untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Pandji sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayub menutup dengan imbauan agar para figur publik, seniman, dan kreator konten lebih berhati-hati dalam menyampaikan materi atau karya yang berkaitan dengan keberagaman budaya di Indonesia.
“Kami berharap semua pihak menghormati adat, budaya, dan kepercayaan masyarakat Indonesia. Jangan sampai karya yang dibuat justru menimbulkan perpecahan,” tandasnya.









