Jakarta, Jaladrinews – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah tidak berencana menaikkan tarif pajak pada tahun 2026. Sebagai gantinya, strategi peningkatan penerimaan negara akan difokuskan pada perbaikan kepatuhan wajib pajak serta penguatan tata kelola perpajakan.
“Sering kali muncul persepsi di media bahwa peningkatan pendapatan negara dilakukan dengan menaikkan tarif pajak. Padahal, tarif tetap sama. Yang diperkuat adalah penegakan hukum dan kepatuhan dari para wajib pajak,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komite IV DPD RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (2/9/2025).
Menurutnya, kebijakan ini bertujuan memberikan kemudahan sekaligus mendorong kedisiplinan bagi masyarakat yang memiliki kewajiban membayar pajak. Di sisi lain, pemerintah tetap melindungi kelompok ekonomi lemah melalui berbagai kebijakan fiskal yang berpihak.
Sri Mulyani mencontohkan, pelaku UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta tetap dibebaskan dari Pajak Penghasilan (PPh). Sementara untuk omzet Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar, pajak final yang dikenakan hanya 0,5 persen. “Pendapatan negara dijaga, tetapi keberpihakan pada kelompok rentan tetap diberikan,” katanya.
Lebih lanjut, pemerintah menegaskan sektor kesehatan dan pendidikan tidak akan dikenakan PPN, sementara masyarakat berpenghasilan di bawah Rp60 juta per tahun juga dibebaskan dari kewajiban pajak.
Menkeu turut memaparkan postur APBN 2026 yang dinilai sehat dan berkelanjutan, sekaligus mendukung delapan agenda prioritas Presiden Prabowo Subianto. Asumsi makro yang digunakan antara lain pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, inflasi 2,5 persen, suku bunga 10 tahun 6,9 persen, nilai tukar Rp16.500 per dolar AS, dan harga minyak mentah 70 dolar AS per barel.
Dengan asumsi tersebut, pendapatan negara pada 2026 diperkirakan mencapai Rp3.147,7 triliun, sementara belanja negara Rp3.786,5 triliun. Defisit diproyeksikan sebesar Rp638,8 triliun atau 2,48 persen dari PDB, lebih rendah dibandingkan level defisit tahun sebelumnya.
Sri Mulyani menegaskan, defisit yang terkendali ini dirancang untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja baru, serta menekan angka kemiskinan, tanpa mengorbankan keberlanjutan utang maupun pembiayaan negara.