Jakarta, Jaladrinews.com – Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Bareskrim Polri bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tengah menelusuri aset milik empat tersangka dugaan korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Mempawah, Kalimantan Barat.
Keempat tersangka tersebut yakni mantan Direktur Utama PLN periode 2008–2009, Fahmi Mochtar (FM); Halim Kalla (HK) selaku Presiden Direktur PT BRN sekaligus adik dari Jusuf Kalla; RR selaku Direktur PT BRN; serta HYL dari PT Praba.
“(Soal aset) masih dalam proses penelusuran. Ya, betul dilakukan bersama PPATK,” ungkap Direktur Penindakan Kortas Tipikor Bareskrim Polri Brigjen Toto Suharyanto, Jumat (10/10/2025).
Penelusuran tersebut dilakukan untuk mengungkap kemungkinan adanya pihak lain yang ikut menerima aliran dana dari proyek bermasalah tersebut. Hingga kini, tim penyidik masih memeriksa sejumlah saksi dan ahli guna memperdalam proses penyidikan.
“Saat ini masih berlangsung pemeriksaan tambahan terhadap beberapa saksi dan ahli, termasuk untuk penyusunan berkas perkara (splitzing) keempat tersangka,” lanjutnya.
Sebelumnya, Brigjen Toto menjelaskan, kasus ini bermula dari proses lelang ulang proyek PLTU yang dilakukan PT PLN. Dalam proses tersebut, tersangka Fahmi Mochtar diduga bersekongkol dengan pihak swasta untuk mengatur pemenang lelang.
“Ditemukan fakta bahwa tersangka FM selaku Dirut PLN saat itu melakukan pemufakatan dengan tersangka HK dan RR dari PT BRN untuk memenangkan pihak tertentu,” ujar Toto dalam konferensi pers di Mabes Polri, Senin (6/10/2025).
Panitia pengadaan di bawah kendali FM kemudian tetap meloloskan konsorsium KSO BRN-Alton-OJSEC meski tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis. Pada 2009, sebelum kontrak resmi diteken, seluruh pekerjaan justru dialihkan kepada PT Praba Indopersada, yang dipimpin oleh tersangka HYL, disertai kesepakatan pemberian imbalan (fee) kepada PT BRN.
Namun, proyek tersebut tak berjalan sesuai rencana. Hingga akhir masa kontrak, progres pekerjaan hanya mencapai 57 persen, dan meski sempat diperpanjang hingga 10 kali dengan batas akhir Desember 2018, proyek tetap mangkrak di angka 85,56 persen.
“Faktanya, sejak 2016 pekerjaan sudah berhenti total, sementara PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PLN sebesar Rp323 miliar dan US$62,4 juta,” ujar Toto.
Kortas Tipikor Polri telah menetapkan keempat tersangka melalui gelar perkara pada 3 Oktober 2025.
“Empat tersangka ini resmi kami tetapkan melalui mekanisme gelar perkara,” kata Kepala Kortas Tipikor Polri Irjen Cahyono Wibowo.
Diketahui, kerugian negara akibat proyek tersebut ditaksir mencapai Rp1,35 triliun, terdiri dari Rp323 miliar untuk pekerjaan sipil serta US$62,4 juta (sekitar Rp1,03 triliun) untuk pengadaan mekanikal dan elektrikal. Hingga kini, keempat tersangka belum ditahan oleh penyidik Polri.