Ketapang, Jaladrinews.com — Kecelakaan kerja kembali terjadi di proyek pembangunan smelter bauksit milik PT Borneo Alumindo Prima (BAP) yang berlokasi di kawasan industri Ketapang Bangun Sarana (KBS), Desa Pagar Mentimun, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, pada Jumat malam (10/10/2025).
Dalam sebuah video amatir yang beredar di kalangan awak media, terlihat seorang pekerja laki-laki mengalami luka parah dan dievakuasi oleh rekan-rekannya. Darah tampak mengucur dari bagian kepala dan wajah korban. Berdasarkan informasi dan ciri-ciri pada rekaman tersebut, korban diduga merupakan tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok. Ia dilaporkan segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat penanganan medis intensif.
Kepala Seksi Humas Polres Ketapang, IPTU Niptah Alimudin, membenarkan insiden tersebut. Namun, ia belum dapat membeberkan detail lebih lanjut.
“Masih dalam proses penyelidikan. Data lengkapnya belum bisa kami sampaikan,” ujar Niptah singkat saat dikonfirmasi, Sabtu malam (11/10/2025).
Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Panca Bhakti Pontianak, Herman Hofi Munawar, menilai peristiwa ini tidak bisa dianggap sebagai musibah semata. Ia menegaskan bahwa perusahaan wajib bertanggung jawab penuh atas keselamatan pekerjanya, terlebih mengingat kecelakaan di proyek smelter tersebut sudah beberapa kali terjadi.
“Perusahaan tidak bisa berlindung di balik klaim musibah atau sekadar santunan asuransi. Harus ada audit menyeluruh terhadap penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Bila ditemukan unsur kelalaian, itu bisa masuk ranah pidana, bukan sekadar pelanggaran administratif,” tegas Herman.
Ia mengingatkan, regulasi terkait keselamatan kerja di Indonesia sudah sangat jelas. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 mengatur kewajiban pencegahan kecelakaan dan penyediaan alat pelindung diri bagi setiap tenaga kerja. Sementara UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 86–87 menegaskan penerapan Sistem Manajemen K3 (SMK3) sebagai kewajiban perusahaan. Bahkan, Pasal 359–360 KUHP mengatur sanksi pidana bagi kelalaian yang menyebabkan luka berat atau kematian.
“Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih. Jangan karena proyek ini besar dan melibatkan modal asing, aturan jadi diabaikan. Nyawa pekerja jauh lebih berharga daripada citra investasi,” tandasnya.
Herman juga mendorong Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) melakukan audit administratif, serta meminta kepolisian menelusuri potensi pelanggaran pidana, terutama bila ditemukan indikasi kelalaian sistemik dalam penerapan standar keselamatan kerja.
Menurutnya, peristiwa ini seharusnya menjadi peringatan keras agar industri berat di Indonesia memperketat pengawasan dan disiplin K3.
“Apalagi di tengah munculnya isu pemerasan terkait K3 di lingkaran kekuasaan. Ini ironis, karena justru mencoreng kepercayaan publik terhadap perlindungan tenaga kerja kita sendiri,” tutup Herman.